Korupsi
di negeri ini sudah sedemikian parah. Masalahnya semakin menyesakkan
ketika korupsi juga merambah instrumen agama meski kasak kusuknya telah
terdengar lama. Penggarongan uang negara sudah tidak lagi memilih ruang.
Komisi
Pemberantasan Korupsi baru saja menetapkan seorang anggota DPR terkait
dugaan korupsi pengadaan Al-Qur’an pada Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam tahun anggaran 2011 dan 2012 serta pengadaan
laboratorium komputer madrasah tsanawiyah pada Ditjen Pendidikan Islam
tahun anggaran 2011 (Kompas, Sabtu 30 Juni 2011). Modusnya
penggelembungan harga kitab suci dengan nilai proyek mencapai milyaran
rupiah.
Untuk
ukuran Indonesia, dugaan korupsi kitab suci tergolong lumrah. Al-Qur’an
berbahan kertas, pengadaan hingga pembuatan huruf-hurufnya melewati
mekanisme tender jika total anggarannya besar. Siapapun boleh ikut,
entah pengusaha muslim dan non muslim. Uang untuk pengadaan Al-Qur’an
adalah uang negara. Untuk mengeluarkan dan membelanjakannya harus
persetujuan dewan. Terjadilah transaksi, terjadilah pemberian fee,
terjadilah mark-up seperti yang disinyalir selama ini.
Begitulah,
berita korupsi kini menjadi sarapan kita setiap hari. Korupsi bukan
lagi menjadi urusan partai tertentu atau departemen tertentu. Di negeri
ini, hampir semua ruang dan celah pun di korupsi. Ini wajar terjadi
mengingat korupsi sudah mendarah daging dan terjadi secara sistemik,
menyentuh semua lini tanpa terkecuali.
Jika
diperhatikan secara bijak, diakui atau tidak sebenarnya negeri ini
menerapkan sistem yang cukup kondusif untuk melahirkan tindakan
korupsi, sekaligus sebagai ruang yang nyaman untuk memelihara para
koruptor dari kelas berdasi hingga di kelas kurcaci. Ada beberapa
faktor yang patut dicatat, antara lain: (1) lemahnya keimanan
individu, (2) birokrasi yang tidak transparan, (3) regulasi yang
memiliki celah untuk korupsi, (4) lemahnya kontrol sosial
antarmasyarakat, sehingga atasan korupsi bawahan tak berani menegur dan
sebaliknya, (5) lemahnya hukuman bagi koruptor.
Ketika fakta menunjukkan bahwa di ruang yang bersifat religius pun ternyata terbuka kesempatan untuk korupsi. Ini menunjukkan tidak ada lagi rasa takut dan malu terhadap agama (baca: Allah SWT). Memberantas korupsi satu persatu dalam sistem sekuler-kapitalis-demokratis saat ini begitu sulit, karena sudah begitu mengakar. Ibarat memberantas satu, maka tumbuh seribu. Satu koruptor diberantas, tetapi di saat bersamaan terlahir koruptor-koruptor baru. Tak ada pilihan lain, satu-satunya solusi menghilangkan korupsi adalah mengganti sistem itu sendiri dengan sistem ilahiah yang diturunkan oleh Allah, dengan sistem ini maka menegakkan hukum yang tegas dan keras bagi koruptor bukan lagi sebuah mimpi, disertai dengan menanamkan nilai-nilai ideologi/keimanan pada tiap individu agar tiap nyawa yang bergerak di bumi ini memiliki kesadaran bahwasanya setiap perbuatannya akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.
Sumber : www.voa-islam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ditunggu komentarnya ya sobat... kalo belum punya blog, isi dengan nama sobat saja... URL nya bisa dikosongkan.. thank...