Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
"Siapa meninggal dan masih punya
tanggungan puasa maka ia dipuasakan oleh walinya." (HR. al-Bukhari no.
1816 dan Muslim, no. 1935)
Puasa yang disebutkan dalam hadits di
atas bersifat umum, mencakup puasa wajib, nazar atau kafarah.
Diriwayatkan dari sebagian imam seperti Imam Ahmad dan lainnya, mereka
berkata: Itu khusus berkaitan dengan nazar. Tetapi itu pendapat yang
lemah yang tidak memiliki landasan dalil shahih. Yang benar bahwa hadits
tersebut bersifat umum. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda: "Siapa meninggal dan masih punya tanggungan puasa maka ia
dipuasakan oleh walinya." (Muttafaq 'Alaih dari hadits 'Aisyah)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengatakan: Shaum Nadzar. Sedangkan sabda beliau tidak boleh ditakhsis kecuali dengan dalil. Karena hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
di atas datang secara umum, berbarti mencakup puasa nadzar dan puasa
Ramadhan -apabila seorang muslim mengundur-undur qadha' puasa karena
malas padahal ia mampu- atau puasa kafarah. Maka siapa yang meninggalkan
macam-macam puasa tersebut maka walinya mempuasakannya. Dan wali itu
adalah kerabat dekatnya, dan jika dipuasakan oleh selainnya maka itu
juga bisa.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pernah ditanya oleh seseorang, ia berkata: "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibuku telah meninggal dan beliau memiliki tanggungan puasa
sebulan, apakah aku mempuasakannya?" Beliau menjawab: "Bagaimana
menurutmu seandainya ibumu punya hutang apakah engkau bisa
membayarkannya? Maka bayarkanlah hutang kepada Allah karena hak Allah
lebih layak ditunaikan." (HR. Muslim)
Dalam Musnad Ahmad dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma:
Ada seorang wanita berkata: Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dan
ia punya hutang puasa Ramadhan, apakah aku (boleh) mempuasakannya?
Beliau menjawab, "Puasakanlah ibumu!"
Wanita tadi menjelaskan, puasa yang dimaksud adalah puasa Ramadhan. Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkannya untuk berpuasa.
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa ini
berlaku untuk pembayaran puasa Ramadhan dan selainnya. Tidak ada yang
menunjukkan bahwa itu khusus untuk puasa nadzar. Karenanya pendapat
takhsis ini merupakan pendapat yang marjuh lagi lemah. Yang benar bahwa
ini berlaku secara umum.
Tetapi jika orang yang sengaja tidak
berpuasa Ramadhan bukan karena meremehkan, tapi ia berbuka karena sakit,
menyusui atau karena hamil, lalu ia meninggal dan tidak mampu
mengqadha'nya, maka tidak ada tanggungan baginya dan bagi ahli warisnya
karena sebab syar'i tersebut. Baik itu mengqadha' puasa maupun ith'am
(memberi makan). Adapun jika ia telah sembuh dari sakitnya dan
memungkinkannya berpuasa lalu ia menggampangkannya (tidak segera
menunaikannya), maka dianjurkan untuk dibayarkan puasanya. Begitu juga
wanita yang menyusui dan sakit, jika setelah itu keduanya telah mampu
mengqadha'nya, tapi ia menggampangkannya, maka dibayarkan hutang
keduanya. Wallahu Ta'ala A'lam
* Disarikan dari Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz, dari situs resmi beliau www.binbaz.org.sa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ditunggu komentarnya ya sobat... kalo belum punya blog, isi dengan nama sobat saja... URL nya bisa dikosongkan.. thank...