Laman

Selasa, 13 Maret 2012

HUKUM SYARI’AH TENTANG PENGUASA YANG MENERAPKAN UNDANG-UNDANG SELAIN SYARI’AH ALLAH

فَقَالَ صلي الله عليه وسلم فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ ، فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا ، وَعُسْرِنَا ، وَيُسْرِنَا ، وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا ، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ ، إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا ، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ (صحيح البخارى - ج 23 / ص 239)

Rasulullah صلى الله عليه و سلم memanggil kami lalu membaiat kami untuk mendengar dan taat, suka atau tidak suka, di saat kemudahan atau kesulitan dan di saat kami diperlakukan secara tidak adil. Dan agar kami tidak mencabut urusan (kepemimpinan dan ketaatan) dari yang berhak. Beliau صلى الله عليه و سلم bersabda, “kecuali jika kalian menyaksikan kekufuran yang nyata yang kalian memiliki dalil atasnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ * مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ [يوسف/39، 40]

"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?" (QS. Yusuf [12] : 39)

"Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Hak untuk membuat dan menetapkan hukum hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah Dien yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf [12] : 40)

DEFINISI MASYARAKAT ISLAM [1]

Dengan menukil ayat di atas, Asy Syahid -Insya Allah- Sayyid Quthb menjelaskan arti dan hakikat masyarakat Islam dan masyarakat Jahiliyyah :

Sesungguhnya ciri pertama yang menentukan bentuk dan karakteristik “Masyarakat Islam” adalah bahwa masyarakat itu berdiri dan tegak di atas asas mengabdikan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam semua urusannya. Pengabdian diri yang merupakan perwujudan dari pengakuan dan ikrar bahwa tiada Ilaah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhamad adalah utusan Allah.

Pengabdian diri itu haruslah tercermin dalam ideologi dan kepercayaan serta dalam semua syiar-syiar dan simbol-simbol peribadatan. Termasuk pula dalam peraturan-peraturan dan undang-undang. Oleh karena itu bukanlah menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala seorang yang tidak meyakini keesaan Allah. Tidak pula pantas disebut sebagai hamba Allah orang yang mempersembahkan atau pun melakukan syiar pengabdian dan peribadatan kepada selain Allah.

Tidak layak disebut hamba Allah orang yang menerima peraturan dan undang-undang selain Syari’ah Allah yang telah diwajibkan kepada umat manusia melalui Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala Berfirman :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ [الشورى/21]

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka Dien (aturan hidup dan undang-undang) yang tidak diizinkan Allah?”. (QS. Asy Syuura [42] : 21)

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا [الحشر/7]

"Apa yang diberikan Rasul صلى الله عليه و سلم kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah". (QS. Al Hasyr [59] : 7)

"Katakanlah, 'Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)'." (QS. Al An’am [6] : 162-163)

DEFINISI MASYARAKAT JAHILIYYAH


Sedangkan masyarakat jahiliyah adalah setiap masyarakat yang bukan masyarakat Islam ! Kalau hendak membuat definisi yang tepat maka kami katakan, “Bahwa masyarakat jahiliyah adalah masyarakat yang tidak murni pengabdiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yaitu pengabdian yang tercermin dalam kepercayaan, ideologi, keyakinan, syiar dan simbol-simbol peribadatan, juga di dalam peraturan dan undang-undang”.

DEFINISI HUKUM JAHILIYYAH

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah [5] : 50)

Dalam menjelaskan ayat ini Ibnu Katsir mengatakan :

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingkari dan murka kepada orang-orang yang berpaling dari Syari’ah-Nya —yang di dalamnya terkandung semua bentuk kebajikan dan melarang segala kemungkaran— lalu lebih memilih untuk menetapkan hukum berdasarkan pendapat, hawa nafsu dan berbagai macam teori yang diciptakan oleh manusia dengan tanpa bersandar pada Syari’ah-Nya.

Sebagaimana dilakukan oleh kaum jahiliyyah dahulu dan juga dilakukan oleh bangsa Tartar yang menerapkan undang-undang Ilyasiq yang merupakan kumpulan dari bermacam-macam bentuk aturan hukum, seperti hukum Yahudi, Nasrani dan sebagainya. Sebagian lagi diambil dari hukum Islam tetapi tidak sedikit pula yang hanya berdasarkan pendapat dan hawa nafsu pemimpinnya (Jengis Khan).

Undang-undang Ilyasiq ini kemudian ditetapkan menjadi hukum dan undang-undang yang wajib dipatuhi melebihi Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam. (Tafsir Ibnu Katsir Juz 2 hal 70)

Dalam kitab Al Bidayah Wan Nihayah beliau menjelaskan :

"Maka barangsiapa melakukan hal serupa —menetapkan undang-undang seperti ini dalam sebuah tatanan masyarakat— ia telah kafir dan wajib diperangi sampai ia kembali kepada syari’ah Allah dan Rasul-nya, kemudian ia tidak lagi menetapkan hukum dengan yang lainnya, baik sedikit ataupun banyak.” (Al Bidayah wan Nihayah juz 13 hal 119)

 

DEFINISI DARUL ISLAM DAN DARUL KUFR

IBNUL QOYYIM AL JAUZIYYAH berkata :

Jumhur Ulama menyatakan: “Darul Islam yaitu negeri yang didiami kaum muslimin dan berlaku padanya hukum-hukum Islam. Sedang jika tidak berlaku hukum-hukum Islam atasnya, maka ia bukan Darul Islam meskipun negeri tersebut berdampingan dengan Darul Islam. Thaif sangat dekat dari Mekah, namun tidak serta merta menjadi Darul Islam hanya karena Fathu Mekah” (Ahkam Ahli Dzimmah 2/728)

AL QODHY ABU YA'LA AL HANBALI
menyatakan

“Setiap negeri di mana yang menguasai adalah hukum-hukum kafir maka ia Darul Kufr.” (Al Mu'tamad Fi Ushuliddin hal 276)

IMAM AL MARDAWI :

“Dar Harb adalah negeri yang didominasi oleh hukum kafir.” (Al Inshof 4/121)

dan persis dengan pernyataan ini terdapat dalam kitab 'Al Furu' karya Ibnu Muflih 6/185

IMAM AS SARKHOSI berkata : ”Dari Abu Yusuf dan Abu Muhammad rohimahumalloh :

“Jika mereka menampakkan hukum syirik di dalamnya maka negeri mereka adalah DARUL HARB. Sebab suatu daerah itu dinisbahkan kepada kita (Islam) atau kepada mereka (Kafir) berdasar penilaian kekuatan dan dominasi. Maka setiap tempat di mana hukum syirik yang mengaturnya, maka kekuatan di tempat tersebut adalah milik kaum musyrikin. Sehingga jadilah ia Dar Harb. Dan setiap tempat di mana yg mengatur adalah hukum Islam maka kekuatan di sana adalah milik kaum muslimin” (Al Mabsuuth 10/114)

SYAIKH ABDUL AZIZ BIN BAZ :

وقال تعالى: أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS Al Maidah [5] : 50)

وقال تعالى: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir". (QS Al Maidah [5] : 44)

وقال تعالى: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah,Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim". (QS Al Maidah [5] : 45)

وقال تعالى: وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah,Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (melampaui batas)". (QS Al Maidah [5] : 47)

وكل دولة لا تحكم بشرع الله، ولا تنصاع لحكم الله، ولا ترضاه فهي دولة جاهلية كافرة، ظالمة فاسقة بنص هذه الآيات المحكمات، يجب على أهل الإسلام بغضها ومعاداتها في الله، وتحرم عليهم مودتها وموالاتها حتى تؤمن بالله وحده، وتحكم شريعته، وترضى بذلك لها وعليها، كما قال عز وجل: قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ

“...Dan setiap negara yang tidak berhukum dengan hukum Allah, dan tidak menyerahkan urusan kepada hukum Allah, maka negara tersebut adalah negara jahiliyah, kafir, zhalim dan fasiq sesuai dengan nash ayat-ayat muhkamat (tegas) ini, wajib bagi orang islam untuk membencinya dan memusuhinya karena allah, dan haram bagi kaum muslimin memberikan wala’ (loyalitas, kecintaan, ketundukan dan kepatuhan) dan menyukainya, sampai negeri itu beriman kepada allah yang maha esa, dan berhukum dengan syariat-Nya dan ridho dengan itu semua untuk diterapkan di negera itu dan menjadi dasar negara.”
Sebagaimana firman Allah Ta'alaa (artinya) :

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja". (QS Al Mumtahanah [4] : 4)

Dinukil dari kitab tulisan beliau "Naqd Al Qoumiyyah Al Arobiyyah 'Alaa Dhou' Al Islam"

FATWA SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYYAH TENTANG NEGERI MARDIN

وأما كونها دار حرب أو سلم فهي مركبة فيها المعنيان ليست بمنزلة دار السلم التي يجري عليها أحكام الإسلام لكون جندها مسلمين ولا بمنزلة دار الحرب التي أهلها كفار بل هي قسم ثالث يعامل المسلم فيها بما يستحقه ويقاتل الخارج عن شريعة الإسلام بما يستحقه (الفتاوى الكبرى - ج 3 / ص 532)

"...Adapun kondisi negeri Mardin apakah termasuk Darul Harb atau Darul Islam, maka sesungguhnya kondisi kota ini mempunyai dua kriteria, wilayah tersebut tidak bisa dinilai sebagai Darul Islam yang ditegakkan syari'at Islam di dalamnya , hanya karena tentaranya Muslim dan tidak pula bisa dikatakan sebagai Darul Harb dikarenakan penduduknya kafir. Namun wilayah itu masuk kepada ketegori ke tiga yakni memberikan hak kepada muslim sesuai hak mereka dan memerangi mereka yang keluar dari syariat Islam sesuai dengan haknya". (Al Fatawa Al Kubro juz 3 hal 532)

Marilah kita perhatikan kalimat terakhir beliau :

"...DAN MEMERANGI MEREKA YANG KELUAR DARI SYARIAT ISLAM SESUAI DENGAN HAKNYA...!!!"


Yang terjadi di Indonesia adalah DAN MEMERANGI MEREKA YANG INGIN MENGAKKAN SYARI'AT ISLAM ...!!!"


Jika demikian, apakah bisa disamakan NKRI dengan kategori ketiga yang difatwakan Syaikhul Islam ?

(bersambung insya Alloh)

Sumber www.eramuslim.com

2 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut sobat Insidewinme tahapan spesifik dan jelas yang seperti apakah yang Rasulullah SAW lakukan dalam periode-periode itu ??

      Hapus

ditunggu komentarnya ya sobat... kalo belum punya blog, isi dengan nama sobat saja... URL nya bisa dikosongkan.. thank...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...